28 Agustus, 2010

Fenomena 4 Matahari



Istimewa/Int
Peristiwa unik munculnya fenomena alam seperti di China yang disebut peritiwa Sundog, juga bisa terjadi di wilayah Indonesia.

"Bisa terjadi, inikan fenomena, tapi harus melalui standar fenomena tersebut,"kata Remond salah satu mahasiswa yang konsen di ilmu perbintangan dan antariksa di Bandung, Jum'at (27/8/2010).

Diwilayah Indonesia peristiwa tersebut yang paling mendukung adalah diwilayah Indonesia bagian timur, seperti wilayah Papua dan Papua Barat karena cuaca dingin dan banyak pengunungan.

"Wilayah Indonesia Timur berpotensi terjadinya fenomena sundog,"ungkapnya.

Fenomena ini terjadi karena adanya pembiasan cahaya. Sundogs dibentuk oleh pelat-kristal es berbentuk heksagonal di awan cirrus tinggi yang dingin dan melayang dimana udara pada tingkat yang rendah saat itu.

23 Agustus, 2010

Penyebab Hujan pada Musim Kemarau

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG memberi penjelasan mengenai kondisi anomali iklim yang terjadi selama musim kemarau 2010. Meski berada pada musim kemarau, yakni Maret-Agustus 2010, hujan dengan intensitas rendah hingga tinggi masih terjadi di beberapa daerah di Indonesia.

Menurut Kepala BMKG Sri Woro, anomali iklim tersebut tidak terlepas dari sejumlah kondisi faktor pengendali curah hujan di wilayah Indonesia. "Yaitu dengan menghangatnya suhu permukaan laut perairan Indonesia," kata Sri Woro dalam konferensi pers di Gedung BMKG, Jalan Angkasa, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (18/6/2010).

Peningkatan suhu permukaan laut inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya potensi hujan di sebagian besar wilayah Indonesia.
Berdasarkan pengawasan BMKG terhadap suhu perairan Indonesia selama Juni 2010, di sini terjadi kecenderungan suhu yang hangat. Kondisi inilah yang menambah penguapan dan membentuk awan berpotensi hujan.
Selain faktor suhu permukaan laut, terjadinya hujan pada musim kemarau ini juga dipengaruhi pergerakan El Nino yang cenderung menambah massa uap air dan faktor dipole mode negatif yang menambah massa uap air ke Indonesia bagian barat. "Juga ada pengaruh dari global warming. Pemanasan suhu Bumi ini tidak hilang, tetapi berubah bentuk menjadi energi kinetis dan hujan," tuturnya.
Dengan kondisi demikian, Sri mengatakan, potensi hujan di sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi akan terjadi dengan intensitas sedang sampai lebat dan akan tetap terjadi hingga pertengahan Juli 2010.
"Musim kemarau 2010 ini cenderung lebih basah dibanding normalnya. Atau dengan kata lain, kecenderungan musim kemarau 2010 lebih pendek dibanding musim normalnya," papar Sri.
Walau demikian, Sri mengatakan, intensitas hujan tersebut masih tergolong normal. "Khusus untuk Jakarta, pada Juni, Juli, dan Agustus 2010 masih akan terjadi hujan. Tapi intensitasnya rendah dan tidak ekstrem," tandasnya. (Kompas)

Ngunyah Permen Karet Bikin Sering Kentut?

Mengunyah permen karet memang bisa mengusir rasa bosan dan mengantuk. Namun, tahukah Anda bahwa terlalu sering mengunyah permen karet bisa menyebabkan kita sering kentut?
Ketika mengunyah permen karet, tanpa sadar kita akan lebih banyak menelan dan sebagian besar yang ditelan adalah udara. Selain itu, pemanis buatan, seperti sorbitol yang biasa dipakai pada permen karet, juga bisa menimbulkan gas di perut.
Menurut Fred Cicetti, praktisi kesehatan, kebanyakan orang memproduksi sekitar setengah galon gas setiap hari. Oksigen, karbondioksida, dan nitrogen yang berasal dari udara yang tertelan merupakan bagian terbesar dari kentut. Hasil fermentasi makanan di usus juga akan memproduksi hidrogen dan metana.
Bau tidak sedap dari kentut merupakan akibat dari sisa gas, seperti hidrogen sulfida dan senyawa-senyawa lain yang diproduksi dari hasil pembusukan makanan di usus.
Manusia mengeluarkan gas lewat dua cara, yakni saat bersendawa dan kentut. Ketika kita menelan udara dan tidak keluar saat bersendawa, udara itu akan turun melewati usus dan keluar lewat rektum. Separuh dari gas yang keluar lewat rektum berasal dari udara yang tertelan.
Normalnya, seseorang mengeluarkan gas sekitar 10 kali setiap hari. Buang gas hingga 12 kali sehari masih dikategorikan normal.
KOMPAS

Waspadai Kontaminasi Bakteri pada Telur


 Telur merupakan salah satu sumber pangan dengan kandungan protein dan nutrisi esensial yang dibutuhkan manusia. Namun, di balik penampilan kulit yang tampak mulus, telur ternyata mudah rusak akibat bakteri, antara lain oleh bakteri salmonela. 

Baru-baru ini ribuan orang di Amerika Serikat dilaporkan terjangkit penyakit akibat wabah salmonela setelah mengonsumsi telur. Salmonela sendiri bisa menyebabkan diare, kram perut, dan demam dalam jangka waktu 8-72 jam pasca-mengonsumsi telur yang tercemar bakteri. 

Berdamai dengan Zat Kimia Beracun



Hidup steril tanpa pestisida, rasanya mustahil. Padahal, zat kimia yang masuk ke dalam tubuh lewat tanaman dan hewan ini tak bisa keluar begitu saja. Simak tips di bawah ini agar hidup tetap aman bersama pestisida.
Pada dasarnya, sayur dan buah memiliki komponen tersendiri yang berguna melindungi diri terhadap hama. Namun, mengandalkan zat dari tanaman itu sendiri tidaklah cukup. Oleh sebab itu, muncul kebutuhan akan pestisida, untuk membunuh hama yang merusak atau mengganggu tanaman dan hewan. Pestisida terdiri dari kata pes yang berarti hama penyakit, dan sida yang artinya membunuh.
Jadi, pestisida adalah bahan-bahan kimia, baik alami maupun sintetis, yang digunakan untuk membunuh hama dan penyakit. Jenis pestisida bermacam-macam, tergantung dari apa yang akan dibasmi. Misalnya, herbisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk membasmi rerumputan, insektisida untuk membasmi serangga, fungisida untuk membunuh jamur, bakterisida untuk membasmi bakteri, dan sebagainya.
 Menurut Prof. Dr. Ir. Made Astawan, Ms., Kepala Bagian Biokimia Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian (IPB), Bogor, pestisida dibutuhkan petani agar saat dipanen, tanaman sayur dan buah tetap berkualitas baik. “Jika tidak diberi pestisida, tanaman bisa diserang hama dan penyakit. Akibatnya, petani gagal panen,” ujar Made.
Sayangnya, meski menguntungkan, pestisida ibarat pisau bermata dua. Bila jenis, cara, dan dosis yang digunakan secara tepat dan benar, pestisida akan menjadi sahabat bagi petani. Namun, bila ketiganya dilakukan secara salah dan tidak tepat aturan, hama yang akan dibasmi justru bisa kebal terhadapnya. Akibatnya, gen-gen dalam tubuh hama itu akan bermutasi dan menjadi tetap kebal pestisida, meski dosisnya sudah ditambah.
“Saat si hama beranak dan bercucu, mereka lebih kuat dan kebal. Akibatnya, petani jadi tambah royal memakai pestisida.” Dampaknya, lanjut Made, orang yang mengonsumsi sayuranlah yang dirugikan karena banyaknya residu (sisa) pestisida yang menempel di sayur dan buah yang dibeli. Sebab, Made mengingatkan, residu ini akan terbawa ke dalam tubuh bila sayuran dan buah itu dikonsumsi.
PERLU WAKTU LAMA
Pestisida, terang Made, bisa dipindahkan dari tubuh mahluk hidup ke mahluk hidup lainnya. Made mencontohkan, jika tanaman yang mengandung pestisida dimakan hewan, pestisida pindah ke dalam hewan itu. Ketika hewan itu dikonsumsi manusia, pestisida pindah ke tubuh manusia. Sayangnya, pestisida bukanlah sejenis senyawa kimia yang jika masuk ke dalam tubuh, bisa dikeluarkan begitu saja.
Sebaliknya, akan tertimbun di dalam tubuh. Namun, efeknya tak akan terasa seketika, melainkan butuh waktu lama, bahkan bisa bertahun-tahun. “Makin banyak kita makan makanan berpestisida, makin banyak pestisida yang terpapar dalam tubuh,” ujarnya.
Jika sudah sampai batas ambang tertentu, bisa menimbulkan dampak buruk pada tubuh. Antara lain, lanjutnya, muncul gangguan pada otak, penyakit tumor, kanker, bahkan, pada ibu hamil bisa mengakibatkan bayi lahir cacat. Bila pestisida yang terpapar kebanyakan adalah logam berat, bisa mengganggu sistem saraf. Banyaknya bayi yang lahir dengan berbagai kelainan, seperti autis, juga termasuk akibat dari timbunan komponen-komponen pestisida di dalam tubuh ibunya semasa hamil.
Perlu diingat, reaksi yang ditimbulkan setiap orang tidak sama, tergantung dari intensitas dan kadar pestisida yang terkonsumsi, serta bagaimana cara mengolah makanannya. Sebab, sistem kekebalan tubuh seseorang berbeda-beda. Kendati demikian, tak perlu terlalu khawatir atau hidup harus terlalu steril. Menurut Made, hidup terlalu steril pun justru membuat kita rentan terserang penyakit.
“Bisa-bisa, orang lain tetap sehat, sementara kita malah sakit, hanya gara-gara makan makanan di pinggir jalan, misalnya. Makan makanan instan pun, sesekali saja sih, boleh,” katanya lagi. Sebetulnya, ujar Made, pestisida bisa “disingkirkan” jika sistem rantai makanan berjalan dengan baik.
LENGKET DI PORI-PORI
Berdasarkan racunnya, menurut Made, pestisida dibagi dua, yaitu racun sistemik dan nonsistemik. Pada jenis sistemik, pestisida yang disemprotkan ke tanaman akan meresap ke seluruh bagian, termasuk daun, akar, dan buah. Sedangkan pada nonsistemik, racun hanya ada di permukaan saja, tidak menyebar. Menghilangkan racun pestisida nonsistemik cukup mudah, yaitu dengan mencucinya hingga bersih di air mengalir.
Made mencontohkan, bila tanaman sayur disirami dengan air got yang mengandung logam berat, air siramannya itu akan diserap akar dan tersimpan dalam tanaman. Pestisida yang menempel pada buah dan sayuran yang permukaannya licin, misalnya mentimun, lebih mudah dibersihkan dengan cukup dicuci. Namun, pada sayuran berpori-pori, lebih sulit karena racun lengket di pori-porinya.
Namun, buah dan sayur ini bisa dicuci dengan deterjen khusus bahan pangan. Sabun cuci ini efektif menghilangkan lemak yang menempel pada buah, sayuran, atau ikan. Asal tahu saja, pestisida lebih kuat menempel pada lemak. Menurut Made, buah yang perlu dikupas lebih dulu sebelum dikonsumsi seperti salak dan jeruk, pestisida yang dikandungnya tak seriskan buah yang langsung bisa dikonsumsi seperti apel atau pir.
Untuk menghilangkan pestisida jenis sistemik ini bisa dilakukan melalui pemanasan, misalnya direbus, dikukus, atau digoreng. Bahkan, mencelupkan buah dan sayuran ke dalam air panas pun bisa menghilangkan komponen pestisida tertentu hingga 90 persen. Dalam hal ini, proses memasak memang menjadi penting.
Sementara pada sayuran organik, yang ciri daunnya tak mulus, Made memaparkan, pembudidayaannya tak menggunakan unsur-unsur kimia, melainkan menggunakan obat hama berbahan alami, sehingga hama mudah menghampiri. “Jika bukan organik, harus diwaspadai jika daunnya terlalu mulus. Jangan-jangan, kadar pestisidanya tinggi,” tutur Made. Bahan-bahan alami yang bisa dijadikan pestisida, urai Made, misalnya cabai, jahe, lengkuas, atau tanaman yang rasa daunnya pahit. Bahan-bahan ini dibuat ekstrak, dicampur air, lalu disemprotkan ke tanaman.

Bahan Kimia dalam kehidupan keluarga dan efeknya.


Zat-zat yang ada dalam kehidupan kita sehari-hari kebanyakan tidak dalam keadaan murni, melainkan bercampur dengan dua atau lebih zat lainnya. Campuran suatu zat akan tetap mempertahankan sifat-sifat unsurnya. Oleh karena itu, suatu bahan kimia akan dipengaruhi oleh sifat, kegunaan, atau efek dari zat-zat yang menyusunnya. Kekuatan pengaruh sifat masing-masing zat bergantung pada kandungan zat dalam bahan yang bersangkutan. Banyak ragam bahan kimia yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa bahan kimia yang mudah kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari antara lain:

20 Agustus, 2010

Amankah Melamin bagi manusia ?

Di banyak toko yang menjual perabot rumah tangga, peralatan makan dan minum yang disebut melamin relatif mudah ditemukan. Kalau sekitar tahun 1970-1980an melamin masih terbatas warna maupun coraknya, maka kini desain melamin bisa bersaing dengan barang pecah belah lainnya. Produk pecah belah melamin begitu banyaknya sehingga barang ini tak hanya bisa dibeli di toko tetentu, tetapi juga di pasar tradisional sampai di pedagang kaki lima.

Cikal bakal melamin dimulai tahun 1907 ketika ilmuwan kimia asal Belgia, Leo Hendrik Baekeland, berhasil menemukan plastik sintetis pertama yang disebut bakelite. Penemuan itu merupakan salah satu peristiwa bersejarah keberhasilan teknologi kimia awal abad ke-20. Pada awalnya bakelite banyak digunakan sebagai bahan dasar pembuatan telepon generasi pertama. Namun, pada perkembangannya kemudian, hasil penemuan Baekeland dikembangkan dan dimanfaatkan pula dalam industri peralatan rumah tangga. Salah satunya adalah sebagai bahan dasar peralatan makan, seperti sendok, garpu, piring, gelas, cangkir, mangkuk, sendok sup, dan tempayan, seperti yang dihasilkan dari melamin.

MENGENAL BAHAYA MSG (MONOSODIUM GLUTAMAT) TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT


 glutamtmonosodium glutamatMSG dikenal masyarakat sebagai bumbu masak penting. Fungsinya adalah sebagai penyedap yang menimbulkan rasa gurih atau "Umami". Ia lebih dikenal dengan nama vetsin atau micin. Secara kimiawi MSG adalah garamnatrium dari asam glutamat. Satu ion hidrogen (dari gugus —OH yang berikatan dengan atom C-alfa) digantikan oleh ionnatrium


Manfaat asam amino glutamat sebagai penyedap rasa baru diketahui pada tahun 1908 oleh seorang ilmuwan Jepang bernama Dr. Kikunae Ikeda.
Penemuan MSG oleh Dr. Ikeda diawali oleh keprihatinannya terhadap kondisi fisik rakyat Jepang di kala itu. Sewaktu belajar ilmu Kimia modern di Jerman, dia membandingkan tubuh orang Jerman yang lebih tinggi dari pada orang Jepang. Dia juga mengamati makanan Jerman dan merasakan kesamaan cita rasa unik pada makanan Jerman yang juga ada pada makanan Jepang.

18 Agustus, 2010

Mengcopy Data Dari CD atau DVD Yang Rusak.



recovery data cdDalam kasus sistem operasi crash atau mungkin sistem operasi rusak sama sekali, Anda pasti perlu untuk menginstal ulang sebagian besar perangkat lunak Anda. Umumnya dalamkomputer, selain dari sistem operasi, pasti banyak aplikasi juga. Jika Anda cukup beruntung memiliki cadangan CD-nya, Anda juga dapat mengembalikan file data pribadi Anda. Tetapi bagaimana jika CD Driver rusak? Bagaimanamengambil data dari CD yang rusak?. Rusak yang saya maksud adalah CD yang sudah tidak bisa dibaca komputer secara normal, bukan CD yang pecah dan rusak total secara fisik.

16 Agustus, 2010

Mengupgrade biomasa menjadi bahan bakar

Pembuatan bahan bakar murah dari biomasa selangkah lebih dekat lagi, terima kasih kepada katalis baru yang dikembangkan di Amerika Serikat. Katalis – yang dibuat dari partikel nano metal dan karbon nanotube – merenggang batasan antara air dan minyak dan sangat membantu dalam ‘upgrading’ biomasa mentah kedalam bahan bakar yang berguna.

Mengupgrade biomasa menjadi bahan bakar

Kuantitas biomasa yang banyak diproduksi tiap tahunnya, seperti limbah materi tumbuhan dari pertanian dan industri kertas, dan limbah rumah tangga biodegradable. Campuran tersebut dapat dipanasakan untuk menghasilkan cairan yang licin disebut dengan ‘bio-oil’, yang perlu perbaikan lebih lanjut sebelum ini dapat untuk digunakan.
Bio-oil utamanya dibuat dari persenyawaan yang diturunkan dari selulosa dan lignin – dan supaya sesuai dengan bahan bakar, mereka perlu di – deoksigenasikan dan diubah kira – kira dengan ukuran yang sama. Namum perlakuan reaksi tersebut sangatlah sulit karena tingkat yang tinggi dari air secara alamiah ada pada minyak tersebut. Secara tipikal ini memproduksi emulsi, dengan molekul lebih kecil yang dilarutkan dalam fase air, dan molekul lebih panjang pada fase minyak.
Para peneliti dipimpin oleh Daniel Resasco pada Universitas Oklahoma sekarang telah memecahkan permasalahan tersebut dengan suatu katalis yang mencari tahu batasan dimana minyak dan air bertemu dan memungkinkan reaksi di kedua lapisan pada saat bersamaan. Katalis ini terbuat dari nanopartikel magnesium oksida dengan karbon nanotube yang berdiri diantara mereka.

Teknologi Kimia Mengubah Urin Menjadi Bahan Bakar Hidrogen

Peneliti dari Amerika telah mengembangkan cara yang efisien untuk memproduksi gas hidrogen dari urin – tentu saja hal ini menjadi salah satu alternative untuk sumber bahan bakar mobil dimasa depan melainkan juga menjadi cara untuk memperdayagunakan limbah yang dihasilkan oleh manusia.
Penggunaan gas hydrogen untuk bahan bakar mobil telah menjadi alternative bahan bakar yang penggunaannya semakin meningkat, hal ini disebabkan dengan mengggunakan gas hydrogen maka gas buang yang dihasilkan tidak mencemari lingkuangan karena yang keluar hanya uap air.
Akan tetapi salah satu kendala yang dihadapi adalah kurangnya sumber gas hydrogen yang murah dan mudah diperbaharui. Gerardine Botte dari Universitas Ohio kemungkinan telah menemukan jawaban atas permasalahan tersebut, dengan menggunakan pendekatan proses elektrolisis dia berhasil menghasilkan gas hydrogen dari urin, salah satu limbah yang sangat berlimpah di bumi dan tentu saja urine ini menjadi sumber gratis sehingga dapat memangkas biaya produksi gas hydrogen.
Botte mengatakan bahwa ide ini muncul kepadanya beberapa tahun lalu pada saat dia menghadiri konferensi bahan bakar, saat itu dia mendiskusikan bagaimana cara mengubah sumber daya air menjadi sumber daya energi yang bersih. “Saya berharap kita bisa mengubah air menjadi sumber energi yang ramah lingkungan”, katanya. Dia pun mulai memikirkan dengan mencari sumber limbah yang dapat dijadikan sebagai sumber untuk menghasilkan gas hydrogen.
Kandungan urin terutama adalah urea, dimana urea ini memiliki empat atom hydrogen per molekulnya, iktan hydrogen dengan ataom N dalam urea lebih lemah dibandingkan ikatan hydrogen dengan atom O dalam air. Botte kemudian memutuskan untuk menggunakan elektrolisis untuk memecah bagian molekul urea ini dengan menggunakan elektroda berbasis nikel yang bersifat selektif dan efisien untuk mengoksidasi urea. Untuk memecah molekul urea ini diperlukan voltase sebesar 0,37 Volt yang mana voltase ini masih lebih rendah jika dibandingkan yang diperlukan untuk mengelektrolisis air yaitu sekitar 1,23 volt.
Selama proses yang terjadi urea teradsorbsi pada elektroda nikel, yang kemudian mengalirkan electron yang kemudian molekul urea terurai. Gas hydrogen murni terbentuk pada katoda, gas nitrogen dan sedikit gas oksigen dan hydrogen terbentuk di anoda. Gas karbondioksida juga dihasilkan pada saat elektrolisis akan tetapi gas ini tidak bercampur dengan gas yang dihasilkan pada anoda dan katoda disebabkan gas ini bereaksi dengan KOH membentuk kalium karbonat. “Perlu waktu bagi kami untuk menggunakan rine manusia sebagai percobaan sehingga kami bisa mempubilkasikan penelitian kami ini”, kata Botte.
Menurut Botte, proses yang ada untuk memisahkan urin dari air saat ini sangat mahal dan tidak efisien. Urin umumnya terhidrolisis menjadi amonik sebelum terlepas keudara sebagai gas ammonia. Terbentuknya gas ini akan membentuk ammonium sulfat dan partikel nitral di udara, dimana kedua zat ini dapat menyebabkan berbagai macam permasalahan bagi kesehatan manusia seperti asma, bronchitis, dan kematian dini.
Grup peneliti tersebut telah menghabiskan banyak waktu untuk mempelajari sitem elektrolisis yang akan dipakai termasuk mempelajari mekanisme reaksinya secara komputasional. Botte meyakini bahwa teknologi ini akan mampu dibuat dalam skala yang besar untuk menghasilkan gas hydrogen. “salah satu kendala yang menghalangi proses adalah banyaknya garam yang ada dalam sumber urin,” kata Botte.
Bruce Logan, seorang ahli energi dari limbah dan direktur Pennsylvania State University’s H2E Center and Engineering Environmental Institute memberikan applause pada Botte yang telah memberi kontribusi atas alternative produksi hydrogen tanpa memecah molekul air. Bagaimanapun juga dia memberi suatau pernyataan bahwa urea lebih cepat diubah menjadi ammonia dengan menggunakan bakteri, hal ini tentu saja menjadi batasan penelitian yang dilakukan oleh Botte. Tapi Logan merasa bahwa ide Botte sangat bagus dengan memikirkan bagaimana cara untuk mengolah limbah urine kita tidak hanya untuk menghasilkan hydrogen akan tetapi juga untuk menghasilkan sumber lain misalnya fosfor sebagai sumber pupuk menginggat dimasa mendatang seperti halnya minyak bumi fosfor bisa menjadi barang yang langka dan kita harus memikirkan cara untuk mericycle fosfor untuk keperluan di masa datang.
Sumber : RSC