21 Oktober, 2009

Tempe bisa menawarkan racun?

Tempe bisa menawarkan racun?

Protein yang kita kenal sampai saat ini

Persepsi kita terhadap sesuatu hal memang berbeda karena persepsi terbentuk atas informasi dari luar yang kemudian berkombinasi dengan karakter dan ilmu yang telah ada di dalam diri kita. Begitu pula halnya dengan persepsi kita terhadap sebuah kata "protein", sebuah kata sederhana yang tersusun dari tujuh buah huruf: p, r, o ,t, e, i, dan n. Kata yang sederhana namun ternyata penuh makna terutama ketika kata protein itu dibawa kedalam ruang sistem kajian ilmu kimia atau biokimia.

Beragam pengenalan masyarakat terhadap protein. Sebagian masyarakat kita ada yang telah mengenal kata itu, ada yang telah mendengar saja, atau ada juga yang mungkin belum mendengar sama sekali. Ada yang mengetahui bahwa protein adalah zat pembangun meski tidak tau apa maksud zat pembangun itu, ada yang mengetahui bahwa protein adalah salah satu zat makanan yang harus ada pada tiap menu makanan, ada yang mengetahui bahwa kekurangan protein dapat menyebabkan busung lapar, ada yang mengetahui bahwa protein adalah salah satu zat gizi dalam makanan yang sangat diperlukan tubuh, dan pengetahuan-pengetahuan lainnya. Ini semua benar.

Kita memperoleh protein dari makanan yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Protein yang berasal dari hewan disebut protein hewani, sedangkan protein yang berasal dari tumbuhan disebut protein nabati. Beberapa makanan sumber protein ialah daging, telur, susu, ikan, beras, kacang, kedelai, gandum, jagung, dan beberapa buah-buahan.

Protein dalam praktikum kimia dan ilmu (bio)kimia

Pengarahan Praktikum kimia

Ketika saya memasuki kuliah di jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI, disanalah mulai terjadi persepsi tambahan yang baru tentang protein. Ketika para mahasiswa-baru masuk laboratotium kimia dan mendapatkan pengarahan dari instruktur laboratorium, yang salah satunya adalah sebuah anjuran agar meminum susu murni setelah melaksanakan praktikum. Sebuah anjuran yang menyenangkan untuk dilakukan karena susu adalah sebuah bagian dari menu makanan yang merupakan ”penyempurna” makanan dalam teori lama mengenai konsep makanan: empat sehat lima sempurna

Kemudian setelah dibaca ternyata anjuran meminum susu ini memang terdapat secara formal pada buku panduan praktikum, dan pada buku panduan tersebut terdapat tambahan yakni ”susu murni atau putih telur”

”Kuliah Ilmu (bio)kimia”

Mengapa meminum susu murni atau putih telur? Ternyata yang menjadi alasannya adalah karena adanya protein yang terdapat dalam susu murni atau putih telur tesebut. Apa hubungannya protein dengan praktikum?

Karena aktivitas praktikum akan memberikan peluang masuknya beberapa ”zat kimia” kedalam tubuh, yang mana bisa jadi diantara zat kimia tersebut adalah zat beracun seperti uap asam klorida (HCl), uap kloroform (CHCl3), uap logam berat, dll.

Untuk dapat menjelaskan mengapa protein dapat menjadi penawar racun, berikut saya pindahkan saja sebuah potongan kalimat yang terdapat dalam buku “Dasar-dasar Biokimia” Bab Protein, karya Prof. Dr. Anna Poedjiadi ke hadapan para pembaca. “ Ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein antara lain ialah Ag+, Ca2+, Zn2+, Hg2+, Fe2+, Cu2+ dan Pb2+. …….Berdasarkan sifat tersebut putih telur atau susu dapat digunakan sebagai antidotum atau penawar racun apabila orang keracunan logam berat.” Mudah-mudahan pemindahan teks ini merupakan sebuah pemindahan yang berharga, dalam rangka memindahkan ilmu dari kampus ke meja para pembaca.

Apa manfaatnya untuk kita

Sengaja tidak dibahas kajian teoritis bagaimana proses kerjanya sehingga protein dalam susu murni atau putih telur dapat menjadi penawar racun, karena pembahasannya membutuhkan pemahaman ilmu kimia mengenai konsep titik isolistrik dan reaksi pengendapan serta ilmu biologi mengenai proses metabolisme dalam tubuh yang barangkali hanya akan membuat kita kebingungan. Yang terpenting dari tulisan ini adalah agar dapat menjadikan aktivitas konkrit yang bisa kita lakukan atas ilmu ini dalam aktivitas keseharian kita.

Wujudkan dalam aktivitas keseharian.

“Dari laboratorium menuju meja aktivitas keseharian”.

Selain di laboratorium, dalam aktivitas keseharian pun kita tidak lepas dari kemungkinan masuknya zat beracun kedalam tubuh. Beberapa diantaranya adalah gas kendaraan bermotor. Pada umumnya dapat dipastikan bahwa akibat aktivitas kendaraan bermotor, udara di sekeliling kita setidaknya akan mengandung gas NOx dan partikulat Timbal (Pb). Selain dari kendaraan bermotor, dalam makanan keseharian kita pun kemungkinan adanya zat-zat kimia beracun yang masuk kedalam tubuh sangat dimungkinkan.

Berkaitan dengan hal ini, maka kita pun perlu membentengi diri dengan protein salah salah satunya. Prof.Dr.Anna Poedjiadi dalam buku yang disebutkan di atas menyuguhkan sebuah tabel daftar komposisi Bahan makanan sumber protein sebagai berikut.

Nama bahan makananKadar protein (%)
Daging ayam18.2
Daging sapi18.8
Telur ayam12.8
Susu sapi segar3.2
Keju22.8
Bandeng20.0
Udang segar21.0
Beras tumbuk merah7.9
Beras giling6.8
Kacang hijau22.2
Kedelai basah30.2
Tepung terigu8.9
Jagung kuning (butir)7.9
Pisang ambon1.2
Durian2.5

Susu murni atau putih telur bisa kita ganti dengan tempe misalnya, atau tahu juga bisa kita gunakan dalam rangka menangkal racun yang barangkali telah masuk kedalam tubuh kita. Ingat, tempe dan tahu terbuat dari kacang kedelai yang tentu akan mengandung protein juga seperti halnya zat asalnya. Mari kita hidup sederhana. Obat tidak perlu mahal, bahkan obat tidak perlu bernama obat. Makanan keseharian kita pun sebenarnya dapat berfungsi sebagai obat penangkal racun. Bagi para ibu yang suka memasak, bumbu masakan seperti kunyit, kencur, daun sirih, daun salam, dan rempah-rempah lainnya pada umumnya juga memiliki daya penangkal racun yang akan bermanfaat untuk tubuh. Begitu juga dengan sayuran dan buah-buahan memiliki daya penangkal terhadap racun. Kemudian sebisa mungkin hindari bumbu-bumbu masakan yang merupakan bumbu sintesis. Kalau bumbu masakan dengan rempah-rempah justru lebih nikmat serta memiliki kemampuan menangkal racun, mengapa kita tidak memilih rempah-rempah saja, capek sedikit untuk sekedar mengulek nampaknya lebih baik kalau kita ingin hidup lebih sehat.

Nampaknya layak juga wacana teoritis ilmiah ini menjadi sumbangan ilmu bagi proses belajar-mengajar di sekolah mulai dari SD hingga SMA, bahkan hingga mahasiswa sekali pun karena sebenarnya wacana bahwa protein dapat berfungsi sebagai penangkal racun ini tidak banyak diketahui meskipun oleh seorang mahasiswa kimia. Sepanjang yang saya ketahui. Dan apa yang dituliskan ini juga adalah sekedar estimasi atas teori yang ada, kalau ternyata apa yang dituliskan ini adalah wacana yang keliru maka itulah tugas pakar ilmu untuk membenarkannya. Karena memang tiap ilmu itu ada "barisan pemegang kuncinya".

Ditulis oleh Iman Salman pada 08-11-2007

Ketika Kimia Mengungkap Misteri Kematian Napoleon

Ketika Kimia Mengungkap Misteri Kematian Napoleon

Pada tanggal 5 Mei 1821, Kaisar Perancis Napoleon Bonaparte meninggal dunia di Santa Helena. Napoleon diasingkan ke Santa Helena setelah kekalahannya dalam peperangan melawan pasukan Inggris di Waterloo. Pada mulanya, kematian Napoleon diyakini akibat kanker lambung seperti halnya yang dialami orang tuanya. Namun, anggapan itu kemudian berubah ketika pada sekitar tahun 1960, seorang dokter gigi dari Swedia menyatakan bahwa Napoleon meninggal karena terkena racunarsenik. Apakah arsenik itu? Bagaimanakah cara membuktikan adanya arsenik dalam tubuh Napoleon, bukankah Napoleon telah meninggal lebih dari 100 tahun?

Berkenalan dengan arsenik

Arsenik diketahui sebagai unsur kimia beracun yang dapat memyebabkan kematian. Meskipun demikian, arsenik bermanfaat untuk kesehatan dalam jumlah sedikit.

Unsur arsenik ditemukan pada sekitar tahun 1250 oleh Albert Magnus. Dalam bentuk unsur, arsenik sebenarnya tidak berbahaya. Akan tetapi, jika dalam bentuk senyawa oksidanya, arsen dioksida (As2O3), unsur ini bersifat racun. Senyawa arsen oksida berbentuk serbuk putih yang larut dalam air, tidak berasa, dan sukar dideteksi jika telah lama diminum. Dahulu, sifat inilah yang menyebabkan senyawa arsen oksida dikenal dengan sebutan “bubuk warisan”. Arsen oksida sering kali ditambahkan anak atau cucu ke dalam minuman anggur bapak atau kakeknya. Mereka berharap sang bapak atau kakek meninggal dunia karena keracunan arsenik sehingga harta warisannya akan segera jatuh ke tangan mereka. Keracunan arsenik pada saat itu tidak dapat dideteksi sehingga kematian sang bapak atau kakek dianggap wajar.

Uji Marsh

Pada tahun 1832, James Marsh menemukan cara mendeteksi adanya arsenik dalam suatu sampel. Sejak itu, penipuan merebut harta warisan menggunakan racun arsenik sulit dilakukan. Untuk menghargai jasa James Marsh, uji deteksi arsenik ini dinamakan Uji Marsh. Berikut gambar alat Uji Marsh dan prosedur kerjanya.



Dalam Uji Marsh ini diperlukan larutan asam sulfat (H2SO4) dan padatan seng (Zn). Campuran antara larutan asam sulfat dan padatan logam seng akan menghasilkan gas hidrogen (H2). Jika arsen oksida terdapat dalam sampel, arsen oksida akan bereaksi dengan gas hidrogen membentuk suatu gas beracun yang bernama gas arsin (AsH3). Ketika dipanaskan, gas arsin akan terurai menjadi uap arsenik dan gas hidrogen. Ketika uap arsenik menyentuh “cincin logam” pada daerah dingin di tabung, akan timbul kilauan cahaya khas logam arsenik. Kilauan khas tersebut dikenal dengan cermin arsenik (arsenic mirror).

Neutron Activation Analysis (NAA)

Pada sekitar tahun 1960-an, Hamilton Smith mempublikasikan cara baru mendeteksi arsenik dalam sampel rambut menggunakan teknik neutron activation analysis (NAA). Penemuan yang dimuat dalam Journal Analytical Chemistry itu merupakan awal terungkapnya kematian Napoleon. Bekerja sama dengan Sten Forshufvud, seorang dokter gigi dari Swedia yang telah lama menyelidiki kematian Napoleon, Smith menganalisis sampel rambut Napoleon. Hasilnya mencengangkan dunia karena hasil analisis menunjukkan bahwa dalam sampel rambut Napoleon terdapat arsenik dalam jumlah di atas batas normal.
NAA ditemukan pada tahun 1936 ketika Hevesy dan Levi menemukan bahwa sampel yang mengandung unsur tanah jarang menjadi sangat radioaktif setelah terkena sinar neutron. NAA mengukur karakter sinar gamma yang dipancarkan oleh isotop pada sampel melalui iradiasi termal. Setelah iradiasi dan peluruhan radioaktif, spektrum sinar gamma dideteksi. Setiap unsur mempunyai spektrum sinar gamma yang khas sehingga dapat diketahui jenis unsur dalam sample beserta kadarnya.


Uji Marsh dan NAA cukup efektif untuk membuktikan adanya arsenik sehingga muncul dugaan penyebab kematian Napoleon. Meskipun penyebab dan pelaku kematian Napoleon hingga saat ini masih menjadi polemik, namun, Uji Marsh dan NAA memberikan contoh yang mengagumkan tentang penggunaan analisis kimia dalam kehidupan. Tidak hanya dalam ilmu forensik, analisis kimia ini memegang peranan penting dari penelitian murni sampai ke aplikasi terapan seperti pengontrolan kualitas bahan (Quality Control), produk kesehatan, dan diagnosis kesehatan.

Ditulis oleh Sandri Justiana pada 03-05-2005

Ancaman Arsenik Di Balik Susu Beras

Ancaman Arsenik Di Balik Susu Beras

Para peneliti telah menemukan bahwa level arsenik dalam air beras telah melewati ambang batas dari standar air minum Uni-Eropa dan Amerika. Andrew Meharg dan rekan sejawat dari University of Aberdeen, Inggris, telah menemukan bahwa orang-orang yang meminum susu beras terancam oleh konsentrasi tinggi dari arsenik (terutama dalam bentuk anorganik). Telah diketahui bahwa beras dapat mengandung kadar tinggi dari arsenik anorganik, sebuah senyawa karsinogenik untuk manusia. Namun kekhawatiran tentang kadar arsenik anorganik dalam susu beras tidak setinggi seperti sekarang. Susu beras adalah susu pengganti untuk para vegetarian dan penderita alergi laktosa.

Tim Meharg menganalisa sampel dari susu beras untuk mengamati transfer arsenik anorganik ketika beras dirubah menjadi susu beras. Mereka menguji susu beras komersial dan susu beras buatan sendiri dari bijih beras putih dan coklat. Selain itu pengamatan kadar arsenik dalam susu kedelai dan susu gandum pun diamati.

Peraturan Uni-Eropa mengatur nilai ambang batas dari jumlah arsenik yang diijinkan terkandung dalam air minum, dan Amerika secara spesifik membatasi batas kadar senyawa-senyawa arsenik anorganik. Kedua peraturan ini tidak mengatur kadar arsenik dalam makanan, dan belum ada kejelasan tentang kategori pengkelasan susu berada dimana.

Meharg menemukan bahwa semua sampel susu beras komersial melebihi batas peraturan Uni-Eropa untuk air dan 12 dari 15 sampel melebihi standar Amerika dengan total median kadar arsenik berada pada tingkat tujuh kali lipat lebih banyak dibandingkan sampel susu kedelai dan susu gandum.

David Polya dari University of Manchester, Inggris, adalah seorang ahli di bidang resiko senyawa kimia lingkungan terhadap manusia. Dia berujar bahwa penelitian ini menyorot ‘sebuah keinkonsistenan pada penerapan peraturan dari senyawa karsinogenik, seperti arsenik, antara minuman dan makanan. Golongan yang umumnya memiliki resiko, seperti vegetarian, tidak diidentifikasi sebagai perkiraan eksposur rata-rata” tambahnya.

Meharg mengatakan bahwa kelompok penelitiannya akhir-akhir ini telah menerima pendanaan untuk menghasilkan tanaman beras yang lebih sedikit mengandung arsenik. Ia juga bermaksud untuk mengkarakterisasikan ketersediaan biologis dari arsenik dari beras terhadap manusia untuk membuktikan bahwa rute eksposur ini mengkhawatirkan.

Ditulis oleh Tomi Rustamiaji pada 29-06-2008