Rasa pedas pada cabai ternyata tidak dikhususkan buat manusia saja untuk melengkapi berbagai jenis masakannya. Peneliti di Amerika Serikat telah menemukan bahwa tanaman-tanaman cabai liar menghasilkan zat-zat kimia yang menimbulkan rasa pedas pada buahnya untuk digunakan merintangi jamur yang menyerang.
Cabai pedas mengandung komponen aktif capsaicinoid: senyawa antimikroba yang menimbulkan sensasi pedas karakteristik pada cabai. Senyawa ini merupakan salah satu contoh dari berbagai jenis zat kimia yang pedas, pahit atau bahkan toksik yang ditemukan pada berbagai jenis buah – kemungkinan dihasilkan oleh tanaman untuk menghalangi predator-predator yang tidak diinginkan seperti mikroba. Manfaat yang didapatkan ini melebihi efek zat-zat kimia tersebut terhadap hewan-hewan yang memakan buah tanaman untuk menyebarkan biji-bijinya, menurut hipotesis.
Tetapi seperti yang dijelaskan Joshua Tewksbury, dari Universitas Washington, Seattle, gagasan ini belum didukung oleh bukti bahwa kosumen dari jenis mikroba mempengaruhi sifat kimia buah pada tanaman-tanaman liar. Tewksbury dan rekan-rekannya, bersama dengan kolega di Florida dan Bolivia, menyelidiki tanaman-tanaman cabai liar, Capsicum chacoense, di sebuah daerah berjarak 200 mil dari Bolivia. Tanaman-tanaman ini rentan terhadap serangan jamur, yang ditransmisikan oleh hama yang melubangi buah cabai untuk mencari makan, sehingga menyisakan bekas yang berubah menjadi hitam ketika jamur menyerang.
Mereka menemukan bahwa tanaman cabai liar yang tumbuh di daerah dengan kelimpahan hama pencari makan tertinggi – sehingga kerentanan terhadap serangan jamur juga paling tinggi – cenderung hampir hanya terdiri dari varietas cabai pedas. Dan cabai-cabai yang memiliki jumlah bekas gigitan serangga sebanding mengalami lebih sedikit serangan jamur jika cabai-cabai tersebut pedas, dibanding jika tidak pedas. Sebuah eksperimen akhir yang mereka lakukan dengan menggunakan buah buatan yang kedalamnya dimasukkan capsaicinoid, menunjukkan bahwa zat-zat pedas kemungkinan bertanggungjawab secara langsung untuk penghambatan pertumbuhan jamur.
Paul Bosland, direktur Chile Pepper Institute di New Mexico State University, menyambut baik penelitian ini. "Kita sudah tahu bahwa cabai bersifat antibakteri dan anti-jamur, yang bisa menjadi salah satu alasan mengapa manusia mengkonsumsinya. Tewksbury dan rekan-rekannya telah melakukan penelitian yang sangat menarik dengan menunjukkan bahwa di alam, panas (capsaicinoid) cabai melindungi buahnya dari invasi jamur. Sehingga bukan hanya manusia yang mengambil manfaat dari capsaicinoid, tetapi juga memberi manfaat bagi tanaman cabai itu sendiri," kata dia.
Seperti jamur, kebanyakan mamalia dapat diusir dengan cabai, selama mereka tidak menikmati rasa pedas tersebut. Akan tetapi, burung-burung yang menyebarkan biji-biji cabai tidak memiliki reseptor untuk capsaicinoid. Penelitian Tewksbury sebelumnya terhadap tanaman cabai di Arizona, menunjukkan bahwa zat-zat kimia digunakan sebagai penarik burung dan pengusir predator dari jenis mamalia. Dia menganggap bahwa hasil penelitian dari Bolivia ini, yang kemungkinan merupakan daerah asal dari tanaman-tanaman ini, memiliki peranan yang lebih penting bagi evolusi tanaman ini. "Ada kemungkinan bahwa manfaat yang diperoleh dari berkurangnya serangan jamur lebih tinggi dibanding manfaat yang diperoleh dengan berkurangnya konsumsi oleh mamalia (untuk perkembangbiakan tanaman), karena patogen buah dari jenis jamur terdapat dimana-mana dan fakta bahwa jamur-jamur mencari target jauh lebih lama dibanding mamalia," http://www.rsc.org/chemistryworld/
Cabai pedas mengandung komponen aktif capsaicinoid: senyawa antimikroba yang menimbulkan sensasi pedas karakteristik pada cabai. Senyawa ini merupakan salah satu contoh dari berbagai jenis zat kimia yang pedas, pahit atau bahkan toksik yang ditemukan pada berbagai jenis buah – kemungkinan dihasilkan oleh tanaman untuk menghalangi predator-predator yang tidak diinginkan seperti mikroba. Manfaat yang didapatkan ini melebihi efek zat-zat kimia tersebut terhadap hewan-hewan yang memakan buah tanaman untuk menyebarkan biji-bijinya, menurut hipotesis.
Tetapi seperti yang dijelaskan Joshua Tewksbury, dari Universitas Washington, Seattle, gagasan ini belum didukung oleh bukti bahwa kosumen dari jenis mikroba mempengaruhi sifat kimia buah pada tanaman-tanaman liar. Tewksbury dan rekan-rekannya, bersama dengan kolega di Florida dan Bolivia, menyelidiki tanaman-tanaman cabai liar, Capsicum chacoense, di sebuah daerah berjarak 200 mil dari Bolivia. Tanaman-tanaman ini rentan terhadap serangan jamur, yang ditransmisikan oleh hama yang melubangi buah cabai untuk mencari makan, sehingga menyisakan bekas yang berubah menjadi hitam ketika jamur menyerang.
Paul Bosland, direktur Chile Pepper Institute di New Mexico State University, menyambut baik penelitian ini. "Kita sudah tahu bahwa cabai bersifat antibakteri dan anti-jamur, yang bisa menjadi salah satu alasan mengapa manusia mengkonsumsinya. Tewksbury dan rekan-rekannya telah melakukan penelitian yang sangat menarik dengan menunjukkan bahwa di alam, panas (capsaicinoid) cabai melindungi buahnya dari invasi jamur. Sehingga bukan hanya manusia yang mengambil manfaat dari capsaicinoid, tetapi juga memberi manfaat bagi tanaman cabai itu sendiri," kata dia.
Seperti jamur, kebanyakan mamalia dapat diusir dengan cabai, selama mereka tidak menikmati rasa pedas tersebut. Akan tetapi, burung-burung yang menyebarkan biji-biji cabai tidak memiliki reseptor untuk capsaicinoid. Penelitian Tewksbury sebelumnya terhadap tanaman cabai di Arizona, menunjukkan bahwa zat-zat kimia digunakan sebagai penarik burung dan pengusir predator dari jenis mamalia. Dia menganggap bahwa hasil penelitian dari Bolivia ini, yang kemungkinan merupakan daerah asal dari tanaman-tanaman ini, memiliki peranan yang lebih penting bagi evolusi tanaman ini. "Ada kemungkinan bahwa manfaat yang diperoleh dari berkurangnya serangan jamur lebih tinggi dibanding manfaat yang diperoleh dengan berkurangnya konsumsi oleh mamalia (untuk perkembangbiakan tanaman), karena patogen buah dari jenis jamur terdapat dimana-mana dan fakta bahwa jamur-jamur mencari target jauh lebih lama dibanding mamalia," http://www.rsc.org/chemistryworld/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Untuk kebaikan blog ini komentar anda aku tunggu